Minggu, 04 Januari 2015

Do You Want To Build A Snowman II : Teman Baru dan Ksatria di Dinding

Sumber: www.zerochan.net

Benar-benar kemampuan yang tidak berguna!
                Aku terus dan terus mencoba menggunakan kekuatanku untuk membuat Olaf yang baru. Rupanya tiga tahun tidak cukup untukku bisa membuatnya. Aku mau boneka saljuku yang lama! Boneka salju kami. Tapi tidak bisa.
                Entah kenapa yang terbentuk sejak awal aku mencoba hanyalah pahatan es tak bernyawa. Bentuk mereka bermacam-macam. Terakhir kali aku mencoba aku berhasil membentuk angsa beserta gelombang air di sekitarnya. Bentuknya bagus sekali, lebih bagus dari yang dibentuk pemahat es di istana kami. Apa aku jadi pemahat saja, ya, ketika aku besar nanti?
                Suara ketukan muncul dari daun pintuku. Anna?
                Itu pasti Anna. Hanya Anna yang begitu bersemangat mengetuk pintuku. Kalau itu ayah dan ibu, mereka pasti akan mengetuk perlahan-lahan. Tapi apa yang Anna lakukan? Ini sudah minggu ke tiga sejak dirinya berhenti menemuiku. Terakhir kali dirinya ke sini aku mengusirnya dengan suara nyaring hingga aku dengar dirinya langsung menangis sambil berlari.
                Kekuatanku bertambah. Ayah pun memberikanku sarung tangan. Kata ayah itu akan membantuku menahan kekuatan yang tambah mengerikan ini. Setiap kali aku sedang tidak ingin bermain-main atau mencoba membuat Olaf aku tidak lupa untuk terus menutupi tanganku dengan sarung tangan ini.
                Aku baru sadar kalau sejak tadi begitu hening. Ketukan Anna tidak diikuti dengan ocehannya seperti yang biasa dia lakukan. Suara isakan tiba-tiba muncul. Anna menangis. Suara itu cukup membuatku membayangkan diriku di luar pintu melihat Anna menundukkan kepala pada lipatan kedua tangannya dan menahan dirinya dari tangisan. Lama-lama tangisan itu bertambah besar.
                Nafas Anna terdengar tak karuan dan tangisnya meledak. Bukan lagi suara tangis yang ditahan melainkan suara tangis yang memenuhi istana. Suara tangis yang tak hanya datang dari Anna, namun dari dalam diriku. Aku hanya begitu takut hingga seperti biasa, air mataku membeku sebelum sempat menetes.
                Dingin tidak akan mampu membunuhku, namun suara tangis Anna begitu melukaiku. Mendengarnya seperti sedang tertancap es tepat di jantungku. Mungkin ini lebih sakit dari apa yang Anna pernah rasakan. Mungkin.
                Tanganku yang bersarung tangan terus mengepal. Aku terus menahan diriku untuk tidak kembali menjadi monster. Yang terjadi adalah sebaliknya. Tanganku memang tidak mengeluarkan sedikitpun es, namun serpihan salju muncul sedikit demi sedikit dalam kamarku.
                Salju itu terus bertambah banyak memenuhi ruangan ini. Kepanikanku melihatnya membuat angin dingin berhembus memutar salju-salju itu hingga tebentuk gundukan besar salju di hadapanku. Semakin aku mundur ke belakang dan bergidik ngeri salju itu semakin besar menggunung.
                 Suara isak tangis Anna perlahan sirna. Anna pasti mulai lelah menangis terus. Tanpa berkata-kata aku dengar langkah kakinya berjalan menjauh dari kamarku. Membuatku menyerah dan lupa dengan ketakutanku, lalu jatuh terduduk.
                Badai salju yang sejak tadi bertambah besar berhenti seketika. Gundukan yang berada tepat di hadapanku mulai membentuk sesuatu seperti marshmallow raksasa. Mataku yang sendu seketika terbelalak.

                Marshmallow raksasa itu bergerak.

***

“Anna kini menjadi seorang gadis, Elsa.”
                Jantungku seperti berhenti berdetak. Aku terdiam beberapa saat untuk mengkonfirmasi pemikiranku. Sebuah suara menyerupai auman baru saja memberitahukanku sesuatu. Anna mendapat menstruasi pertamanya. Wow! Adikku sudah dewasa!
                “Aku tau, Elsa. Ini luar biasa,” auman itu kembali berkata-kata, “bukan hanya fisiknya saja yang sudah berubah. Terakhir kali kau menolak untuk bertemu dengannya dia langsung menuju ke aula dengan sepedanya. Di sana dia berbicara dengan lukisan di dinding yang dinamakan Joe.”
                “Kau gila,” seruku mencemooh mahluk mengaum itu. Sebenarnya aku percaya-percaya saja. Aku bahkan bisa membayangkannya dan itu membuatku tertawa. Joe? Yang benar saja, itu adalah salah satu karanganku pada Anna kecil yang mudah dibodoh-bodohi.
                Dulu aku sering menceritakan dongeng kepada Anna tentang ksatria penyelamat putri yang terkurung. Aku katakan padanya bahwa pada dasarnya setiap putri sudah memiliki ksatrianya masing-masing. Seorang ksatria yang diramalkan akan menyelamatkan putri itu. Anna pun tak berhenti menanyaiku siapa ksatria yang diramalkan akan menjemputnya.
                Saat itu aku sedang buru-buru dan Anna terus mananyaiku pertanyaan yang sama. Kolonel Joe seketika lewat dan tersenyum menyapaku. Aku mencoba sopan membalas sapaannya dengan memanggil namanya saja. Sampai sekarang Anna menganggap bahwa Joe adalah nama ksatria yang diramalkan akan datang padanya. Dasar Anna!
                Kalau dipikir-pikir, Annalah yang paling kesepian saat ini. Dulu dia hanya bermain denganku. Setelah aku tdak bermain dengannya lagi, dia tidak punya teman lain. Pantas saja kalau dia bermain dengan lukisan itu. Berbeda denganku.
                Sejak dua tahun yang lalu aku sudah ditemani mahluk seruap monster ini. Teman yang justru muncul ketika aku menyerah membuat Olaf yang baru. Teman yang terbentuk dari ketakutan, kemarahan, serta kekecewaanku pada diri sendiri saat mendengar tangisan Anna. Teman ini kunamai Marshmallow karena bentuknya yang besar dan seperti Marshmallow. Marshmallow pemarah dan sentimental. Bagaimana pun juga Marshmallow selalu mau menolongku mengawasi Anna dengan melelehkan dirinya, mengalir keluar kamar, dan menyamar jadi air, salju, maupun es di sekitar Anna.
                Marshmallow menemaniku dan membuatku tidak merasa begitu kesepian. Terkadang aku rindu bermain dengan Anna. Itu saja.
                “Elsa, kau harus memercayaiku! Aku tidak gila, Anna yang gila,” Marshmallow berteriak sambil cemberut, mengembalikanku dari lamunan, “aku mendengarnya berkeluh kesah pada lukisan ksatria itu. Anna meminta pria bernama Joe itu untuk cepat-cepat mengeluarkan putri yang terkurung.”
                “Terkurung? Hahaha, Anna… Memang benar kita semua terkurung di balik gerbang istana. Tapi dia kan tidak terkurung sendirian, melainkan bersama seluruh keluarga dan pelayan kerajaan. Tetap saja dia tidak seharusnya meminta lukisan untuk menyelamatkannya, kan?” Kepalaku masih menggeleng-geleng mendengar kelakuan adikku satu-satunya itu.
                “Memang tidak, Elsa. Apakah kau belum mengerti juga? Bukan dirinya yang sedang dia bicarakan,” nafasku tercekat seketika, “yang selalu Anna harapkan untuk Joe bisa selamatkan adalah kau,’
                “ Kaulah putri yang terkurung itu, Elsa. Kaulah seseorang yang selalu ingin ia bebaskan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar