Aku
terus dan terus mencoba menggunakan kekuatanku untuk membuat Olaf yang baru. Rupanya tiga tahun tidak cukup untukku bisa membuatnya. Aku mau boneka saljuku yang lama! Boneka salju kami. Tapi tidak bisa.
Entah
kenapa yang terbentuk sejak awal aku mencoba hanyalah pahatan es tak bernyawa.
Bentuk mereka bermacam-macam. Terakhir kali aku mencoba aku berhasil membentuk
angsa beserta gelombang air di sekitarnya. Bentuknya bagus sekali, lebih bagus
dari yang dibentuk pemahat es di istana kami. Apa aku jadi pemahat saja, ya,
ketika aku besar nanti?
Suara
ketukan muncul dari daun pintuku. Anna?
Itu
pasti Anna. Hanya Anna yang begitu bersemangat mengetuk pintuku. Kalau itu ayah
dan ibu, mereka pasti akan mengetuk perlahan-lahan. Tapi apa yang Anna
lakukan? Ini sudah minggu ke tiga sejak dirinya berhenti menemuiku. Terakhir
kali dirinya ke sini aku mengusirnya dengan suara nyaring hingga aku dengar
dirinya langsung menangis sambil berlari.
Kekuatanku
bertambah. Ayah pun memberikanku sarung tangan. Kata ayah itu akan membantuku
menahan kekuatan yang tambah mengerikan ini. Setiap kali aku sedang tidak ingin
bermain-main atau mencoba membuat Olaf aku tidak lupa untuk terus menutupi
tanganku dengan sarung tangan ini.
Aku
baru sadar kalau sejak tadi begitu hening. Ketukan Anna tidak diikuti dengan
ocehannya seperti yang biasa dia lakukan. Suara isakan tiba-tiba muncul. Anna
menangis. Suara itu cukup membuatku membayangkan diriku di luar pintu melihat
Anna menundukkan kepala pada lipatan kedua tangannya dan menahan dirinya dari
tangisan. Lama-lama tangisan itu bertambah besar.
Nafas
Anna terdengar tak karuan dan tangisnya meledak. Bukan lagi suara tangis yang
ditahan melainkan suara tangis yang memenuhi istana. Suara tangis yang tak
hanya datang dari Anna, namun dari dalam diriku. Aku hanya begitu takut hingga
seperti biasa, air mataku membeku sebelum sempat menetes.
Dingin
tidak akan mampu membunuhku, namun suara tangis Anna begitu melukaiku.
Mendengarnya seperti sedang tertancap es tepat di jantungku. Mungkin ini lebih
sakit dari apa yang Anna pernah rasakan. Mungkin.
Tanganku
yang bersarung tangan terus mengepal. Aku terus menahan diriku untuk tidak
kembali menjadi monster. Yang terjadi adalah sebaliknya. Tanganku memang tidak
mengeluarkan sedikitpun es, namun serpihan salju muncul sedikit demi sedikit
dalam kamarku.
Salju
itu terus bertambah banyak memenuhi ruangan ini. Kepanikanku melihatnya membuat
angin dingin berhembus memutar salju-salju itu hingga tebentuk gundukan besar
salju di hadapanku. Semakin aku mundur ke belakang dan bergidik ngeri salju itu
semakin besar menggunung.
Suara isak tangis Anna perlahan sirna. Anna
pasti mulai lelah menangis terus. Tanpa berkata-kata aku dengar langkah kakinya
berjalan menjauh dari kamarku. Membuatku menyerah dan lupa dengan ketakutanku,
lalu jatuh terduduk.
Badai
salju yang sejak tadi bertambah besar berhenti seketika. Gundukan yang berada
tepat di hadapanku mulai membentuk sesuatu seperti marshmallow raksasa. Mataku
yang sendu seketika terbelalak.
Marshmallow
raksasa itu bergerak.
***
“Anna kini menjadi seorang gadis, Elsa.”
Jantungku
seperti berhenti berdetak. Aku terdiam beberapa saat untuk mengkonfirmasi
pemikiranku. Sebuah suara menyerupai auman baru saja memberitahukanku sesuatu.
Anna mendapat menstruasi pertamanya. Wow! Adikku sudah dewasa!
“Aku
tau, Elsa. Ini luar biasa,” auman itu kembali berkata-kata, “bukan hanya
fisiknya saja yang sudah berubah. Terakhir kali kau menolak untuk bertemu
dengannya dia langsung menuju ke aula dengan sepedanya. Di sana dia berbicara
dengan lukisan di dinding yang dinamakan Joe.”
“Kau
gila,” seruku mencemooh mahluk mengaum itu. Sebenarnya aku percaya-percaya
saja. Aku bahkan bisa membayangkannya dan itu membuatku tertawa. Joe? Yang
benar saja, itu adalah salah satu karanganku pada Anna kecil yang mudah
dibodoh-bodohi.
Dulu
aku sering menceritakan dongeng kepada Anna tentang ksatria penyelamat putri
yang terkurung. Aku katakan padanya bahwa pada dasarnya setiap putri sudah
memiliki ksatrianya masing-masing. Seorang ksatria yang diramalkan akan
menyelamatkan putri itu. Anna pun tak berhenti menanyaiku siapa ksatria yang
diramalkan akan menjemputnya.
Saat
itu aku sedang buru-buru dan Anna terus mananyaiku pertanyaan yang sama.
Kolonel Joe seketika lewat dan tersenyum menyapaku. Aku mencoba sopan membalas
sapaannya dengan memanggil namanya saja. Sampai sekarang Anna menganggap bahwa
Joe adalah nama ksatria yang diramalkan akan datang padanya. Dasar Anna!
Kalau
dipikir-pikir, Annalah yang paling kesepian saat ini. Dulu dia hanya bermain
denganku. Setelah aku tdak bermain dengannya lagi, dia tidak punya teman lain.
Pantas saja kalau dia bermain dengan lukisan itu. Berbeda denganku.
Sejak
dua tahun yang lalu aku sudah ditemani mahluk seruap monster ini. Teman yang
justru muncul ketika aku menyerah membuat Olaf yang baru. Teman yang terbentuk
dari ketakutan, kemarahan, serta kekecewaanku pada diri sendiri saat mendengar
tangisan Anna. Teman ini kunamai Marshmallow karena bentuknya yang besar dan
seperti Marshmallow. Marshmallow pemarah dan sentimental. Bagaimana pun juga
Marshmallow selalu mau menolongku mengawasi Anna dengan melelehkan dirinya,
mengalir keluar kamar, dan menyamar jadi air, salju, maupun es di sekitar Anna.
Marshmallow
menemaniku dan membuatku tidak merasa begitu kesepian. Terkadang aku rindu
bermain dengan Anna. Itu saja.
“Elsa,
kau harus memercayaiku! Aku tidak gila, Anna yang gila,” Marshmallow berteriak
sambil cemberut, mengembalikanku dari lamunan, “aku mendengarnya berkeluh kesah
pada lukisan ksatria itu. Anna meminta pria bernama Joe itu untuk cepat-cepat
mengeluarkan putri yang terkurung.”
“Terkurung?
Hahaha, Anna… Memang benar kita semua terkurung di balik gerbang istana. Tapi
dia kan tidak terkurung sendirian, melainkan bersama seluruh keluarga dan
pelayan kerajaan. Tetap saja dia tidak seharusnya meminta lukisan untuk
menyelamatkannya, kan?” Kepalaku masih menggeleng-geleng mendengar kelakuan
adikku satu-satunya itu.
“Memang
tidak, Elsa. Apakah kau belum mengerti juga? Bukan dirinya yang sedang dia
bicarakan,” nafasku tercekat seketika, “yang selalu Anna harapkan untuk Joe
bisa selamatkan adalah kau,’
“
Kaulah putri yang terkurung itu, Elsa. Kaulah seseorang yang selalu ingin ia
bebaskan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar